Bsaiainta – Lingkar Diskusi Sastra (6/03), Dalam rangka menyambut Hari Wanita Sedunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret, mengadakan diskusi mingguan dengan mengusung tema tentang wanita.

Berbeda dengan diskusi minggu-minggu sebelumnya, kali ini melangsungkan bincang buku berjudul Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain Engkau karya Nizar Qobbani yang dialih bahasakan oleh Musyfiqur Rahman. Bincang buku tersebut dipantik oleh Iftitah, M.A.

Ketika membicarakan tentang wanita, pasti tak asing di telinga kita mengenai seorang penyair arab yang terkenal dengan karyanya bertema wanita. “Rasanya tepat sekali ketika memutuskan untuk memilih buku Nizar Qobani. Karena pada saat itu, wanita sedang berbondong-bondong memperjuangkan kesetaraan gender,” ujar Iftitah.

Jika dilihat dari segi psikologi penulis, Nizar Qobani menuangkan ekspresi kekaguman pada seorang wanita disebabkan oleh pengalaman buruknya ditinggal wafat sang istri tercinta pada perang dunia. Seakan tak ingin kehilangan seorang wanita yang ia kasihi, Nizar menuliskan kecintaan pada wanitanya yang kemudian diabadikan sejarah dalam buku yang sedang asyik diperbincangkan di diskusi kali ini.

Melalui karyanya, Nizar Qobani mendeskripsikan wanita bukanlah sebagai seonggok daging biasa. Tetapi di balik kelemahannya, wanita memiliki kekuatan dan memberikan keteduhan pada insan yang bernama lelaki.

Pada salah satu dari sekian banyak syairnya, Nizar menggambarkan wanita ibarat kampung halaman. Semua orang tak akan pernah lepas dari kampung halamannya. Maka, ketika kampung ditinggalkan, yang ada hanyalah puing-puing kerinduan. Seperti itulah sastra dimanfaatkan begitu apik oleh Nizar.

Sastra ia jadikan sebagai sebuah manifestasi perjuangan wanita dengan cara menunjukkan eksistensi wanita. Dan sebagai seorang wanita, salah satu cara mengatasi diskriminasi adalah dengan menyadari potensi diri agar tidak tertindas di bawah dominasi laki-laki.
Wanita bukanlah objek tapi subjek, bukan hanya dinikmati, tapi juga berkarya dengan potensi diri.

“Setidaknya pengetahuan saya tentang bagaimana perspektif gender bisa lebih akurat melalui sudut pandang orang lain,” kata Ina, salah satu peserta diskusi.

Sayangnya peserta diskusi masih kurang pembacaan, sehingga tidak sampai menimbulkan adu argumen secara masif. Hesti, selaku moderator memberi tanggapan agar diskusi di lain waktu peserta mempunyai bekal setidaknya mengetahui materi apa yang ingin disampaikan supaya diskusi semakin hidup.[]

Reporter: Fik, Zul